Sebanyak 32 Biksu dari sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Singapura dan juga Indonesia melaksanakan ritual Thudong, yakni ritual berjalan kaki untuk menyambut Hari Raya Waisak yang jatuh pada 4 Juni 2023 mendatang di Candi Borobudur, Candi Buddha terbesar di dunia yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Diketahui rombongan biksu ini berangkat dari Nakhon Si Thammarat di Thailand pada 23 Maret lalu. Mereka sempat melewati Malaysia, Singapura, dan tiba di Batam pada 8 Mei lalu dan menurut kabar terbaru, mereka sudah tiba di Karawang pada Sabtu (13/05).
Dikutip dari Laman Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), Thudong adalah ritual perjalanan dengan cara berjalan kaki yang dilakukan oleh para Biksu atau Bhante. Bhante sendiri adalah sebutan agung untuk biksu yang dihormati atau diakui dalam agama Buddha. Menurut Amaravati, istilah Thudong berasal dari bahasa Thailand. Secara harfiah, kata ‘Thudong’ diartikan sebagai ‘sarana untuk melepaskan diri’. Kegiatan Thudong merujuk pada praktek pertapaan ekstrem yang diizinkan Sang Buddha untuk murid-muridnya. Selain berjalan kaki, ritual lain yang disebut Thudong juga termasuk makan satu kali sehari, tidak pernah berbaring, hanya mengenakan jubah yang terbuat dari potongan kain yang dibuang, dan berteduh hanya di pohon.
Ritual Thudong sendiri adalah tradisi yang sudah dikenal selama ribuan tahun. Menurut dharmaduta Thailand di Indonesia, Bhante Dhammavuddho tradisi berjalan jauh ini diperkenalkan pada zaman Sang Buddha ketika belum ada vihara. Kala itu, para Biksu diizinkan tinggal dari hutan ke hutan oleh Sang Buddha. Selama menjalankan Thudong para Bhante diberi kesempatan tinggal di hutan, gunung, maupun Goa. Sementara itu, Thudong yang dilaksanakan kali ini bertepatan dengan menyambut Hari Raya Waisak 2023. Perjalanan yang ditempuh sangat jauh, yaitu mulai dari Thailand hingga Indonesia. Menurutnya, tradisi Thudong ini diharapkan dapat melatih kesabaran para Bhante. Diketahui juga bahwa para Biksu ini berjalan hanya sekitar 30 sampai 40 km dalam sehari dan tidak akan memakan makanan apapun setelah jam 12 siang sampai keesokan harinya.
Masyarakat Indonesia yang menganut agama Buddha juga terlihat sangat antusias untuk menyambut para Biksu yang datang ini dan juga berharap agar mereka bisa didoakan oleh para Biksu tersebut. Tak hanya itu, para masyarakat pun memberikan sejumlah makanan ringan seperti biskuit, air minum, dan juga kebutuhan pokok lainnya, seperti perlengkapan mandi.